Bandung Naga Sewu

Pada suatu hari, Praja Astina berhasil dibedah oleh  raja dari kerajaan Bumi Kadasar yaitu Prabu Bandung Naga Sewu. Bersama sang putra Raden Bayubraja dan sang Patih Nagabanda, Prabu Bandung Naga Sewu berhasil mengalahkan Prabu Suyudana dan wadya Kurawa. Para Kurawa kemudian dipenjara. Meski dipenjara, Kurawa tetap diperlukakan dengan baik.

Prabu Bandung Naga Sewu menaklukan Astina bukan untuk menguasainya, akan tetapi ingin dikembalikan pada yang sebenarnya berhak atas Astina yaitu Pandawa. Prabu Bandung Naga Sewu merasa tidak bisa menyerahkan sendiri menyerahkan Astina kepada Pandawa, oleh karena ia ingin meminta bantuan kepada Prabu Kresna untuk menyerahkan Astina kepada Pandawa. Untuk menindak lanjutinya, Prabu Bandung Naga Sewu memerintahkan kepada Raden Bayubraja dan Patih Nagabanda untuk mengundang Prabu Kresna ke Astina. Berangkatlah mereka ke Praja Dwarawati.

Sementara di Dwarawati, Prabu Baladewa yang sedang mengunjungi sang adik Prabu Kresna sedang membicarakan tentang keadaan Astina yang telah dikuasai musuh. Tiba-tiba datanglah Anoman menghadap. Anoman menyampaikan kabar bahwa di Praja Ngamarta ada keelokan yaitu adanya adanya Werkudara Kembar. Prabu Kresna bersama Anoman kemudian pergi ke Amarta untuk melihat keadaan disana mungkin saja adanya Werkudara Kembar ada hubungannya dengan Astina yang sedang dikuasai musuh. Sementara itu Prabu Baladewa diminta Kresna untuk tetap di Dwarawati untuk menjaga kerajaan jaga-jaga menghindari kemungkinan merembetnya kekacauan yang terjadi di Astina ke Dwarawati yang jaraknya tidak terlalu jauh.



Belum lama Kresna dan Anoman berangkat ke Amarta, sampailah Raden Bayubraja dan Patih Nagabanda di Dwarawati. Raden Bayubraja kemudian ke kedaton Dwarawati untuk menghadap Prabu Kresna, tetapi yang dijumpainya adalah Prabu Baladewa. Kepada Prabu Baladewa Raden Bayubraja mengutarakan maksud tujuannya yaitu untuk meminta bantuan Prabu Kresna untuk menyerahkan Astina kepada para Pandawa, karena menurut anggapan Prabu Bandung Naga Sewu kalau bukan Prabu Kresna yang menyerahkan tidak akan kesampaian niatnya itu.

Bisa ditebak apa yang terjadi, ...memang watak Prabu Baladewa yang gampang emosi....marahlah Prabu Baladewa ditendangnya Raden Bayubraja sampai terjungkal. Menurut Baladewa memang siapa Bayubraja berani-beraninya memerintah kepada Kresna. Terlebih Baladewa menuduh kedatangan Bayubraja dan Nagabanda berniat jahat untuk merebut Dwarawati seperti yang telah dilakukan di Astina. Meski Raden Bayubraja telah menjelaskan bahwa mereka tidak mempunyai niat jahat, P. Baladewa tetap tidak percaya. Akhirnya R. Bayubraja keluar kedaton menemui Patih  Nagabanda.


R. Bayubraja menceritakan yang telah terjadi kepada Patih Nagabanda. Setelah mereka berunding, mereka memutuskan tidak akan kembali bila belum mendapat hasil. Giliran Patih Nagabanda yang ingin menghadap, belum sampai masuk kedaton ia telah dihadang oleh Patih Udawa. Terjadi perang antara Udawa dan Nagabanda, Udawa kalah dan dibanda (diikat) oleh Patih Nagabanda.

Melihat kejadian itu, majulah Arya Setyaki untuk menghadang Nagabanda, perang sengit terjadi. Sementara itu P. Baladewa yang semakin kalap mengamuklah kembali menyerang R. Bayubraja...... P. Baladewa terus menyerang, terus menyerang tetapi R. Bayubraja tak sekalipun membalas. Makin murka sang Baladewa karena merasa  diremehkan. Lama kelamaan habislah kesabaran Raden Bayubraja, cukup dengan sekali ajian semburan apinya, robohlah P. Baladewa... Sementara itu, senasib dengan Udawa, Setyaki juga telah dikalahkan dan diikat.

Tinggallah kini Raden Samba seorang, kepada Bayubraja dan Nagabanda, R. Samba mengatakan bahwa Prabu Kresna sedang pergi, dan Samba-lah yang mewakilinya di kerajaan. Kalau memang mereka ingin menguasai Dwarawati akan diserahkannya.

Kembali Bayubraja dan Nagabanda menegaskan bahwa mereka tidak ingin mem-bedah Dwarawati. Karena tidak dapat bertemu dengan P. Kresna akhirnya Bayubraja dan Nagabanda kembali ke Astina. Udawa dan Setyaki dilepaskan.

Sementara itu di pratapan Saptaarga, Begawan Abiyasa dihadap oleh Raden Angkawijaya beserta punakawan. Senada dengan misi Anoman, Abimanyu juga meminta petunjuk kepada eyang Abiyasa tentang adanya Werkudara Kembar di Amarta. Begawan Abiyasa kemudian memberi petunjuk untuk mengetahui mana Werkudara yang asli agar Abimanyu sowan dan meminta bantuan pada seorang begawan yang sedang bertapa di Gunung Jamurdipa yaitu Begawan Tunggul Wulung. Abimanyu beserta punakawan kemudian pamit dan berangkat menuju Gunung Jamurdipa.

Prabu Kresna dan Anoman akhirnya tiba di Amarta, setelah berbincang dengan Prabu Puntadewa beserta kerabat,  kemudian Prabu Kresna dipertemukan dengan Werkudara Kembar. Kepada Werkudara kembar P. Kresna mengajukan beberapa pertanyaan bergantian, dan ternyata kedua Werkudara dapat menjawabnya dengan benar. Kresna pun tak berhasil membedakan mana Werkudara yang asli.


Kini giliran Anoman mencoba menguji mana Werkudara yang asli, yaitu dengan perang tanding. Barang siapa yang menang melawan Anoman itulah Werkudara asli. Anoman pun tanding dengan salah satu Werkudara, setelah sekian lama perang tanding akhirnya Anoman kalah. Sekarang ganti Anoman menguji Werkudara yang satunya, kini Anoman ber triwikrama. Anoman merapal ajian, makin lama makin besar tubuh Anoman hingga sebesar gunung. Tak ingin Anoman semakin besar dan dapat merusak kerajaan, Werkudara mengeluarkan ajian berupa angin yang keluar dari tangannya dan diarahkan ke tubuh Anoman. Terkena ajian dari Werkudara tubuh Anomanpun mengecil dan terus mengecil dan kembali ke ukuran semula. Anomanpun gagal membedakan siapa Werkudawa yang asli, yang satu memang digdaya, yang satu mengetahui kelemahan Anoman.

Sementara itu terjadi  terjadi gonjang-ganjing di kayangan Jonggring Saloka. Usut punya usut penyebabnya adalah adanya seorang yang bertapa di Gunung Jamurdipa yang tak lain adalah Begawan Tunggul Wulung  yang bertapa meminta wahyu ratu. Betara Guru kemudian memerintahkan kepada Betara Narada untuk menemui Begawan Tunggul Wulung. Bersama Batara Indra, Batara Brama, dan Batara Yamadipati, Batara Narada berangkat menuju Arga Jamurdipa. Setiba di Jamurdipa, B. Narada meminta begawan Tunggul Wulung untuk menghentikan tapa bratanya karena wahyu ratu bukanlah haknya. Namun Begawan Tungul Wulung bersikeras akan terus bertapa sebelum mendapat wahyu.

Tak ayal terjadi perang tanding, 3 dewa mengeroyok seorang titah..... Batara Indra, Brama dan Yamadipati tak kuasa menandingi Begawan Tunggul Wulung. Bersama Batara Narada akhirnya kembali ke kayangan dan melapor pada Batara Guru. Akhirnya Batara Guru sendiri yang datang menemui Begawan Tunggul Wulung. Batara guru berkata wahyu ratu akan turun, tetapi bukan untuk Begawan Tunggul Wulung, tetapi untuk keponakannya. Mendengar itu, Begawan Tunggul Wulung cukup menerimanya. Karena keponakannya juga dianggap anaknya sendiri. Kembalilah Batara Guru ke kayangan Suralaya.

Tak lama kemudian sampailah Raden Abimanyu di Gunung Jamurdipa, dan akhirnya bertemu bertemu dengan Begawan Tunggul Wulung. Abimanyu kemudian meminta bantuan untuk ikut ke Amarta untuk menyelesaikan masalah Werkudara Kembar. Sang Begawan menyanggupinya, bahkan ia juga berkata pada Abimanyu bahwa kelak ia akan mendapat wahyu yang dapat menurunkan raja-raja. Merekapun berangkat ke Amarta.

Sesampainya di Amarta, Begawan Tunggul Wulung dipertemukan dengan Werkudara Kembar dan meminta mengaku siapa Werkudara yang asli, karena sama-sama mengaku yang asli, Begawan Tunggul Wulung akan membunuh keduanya. Perangpun tak terelakkan Werkudara Kembar melawan Begawan Tunggul Wulung. Setelah sekian lama tanding, salah satu Werkudara hilang, Werkudara yang lain menjadi Betara Bayu, sementara Begawan Tunggul Wulung menjadi  Werkudara. Batara Bayu mengatakan bahwa yang menjadi Werkudara palsu yang lain adalah Ajian milik werkudara yaitu Wungkal Bener dan Blabak Panganton-antol. Dan ia di Amarta untuk ikut menjaga ketentraman Amarta, karena ditinggal oleh Werkudara bertapa. Batara Bayupun akhirnya pamit kembali ke kayangan.

Prabu Kresna berkata bahwa tugas Werkudara belum selesai, yaitu untuk menghadapi musuh yang  menguasai Astina. Bersama-sama dengan Gatotkaca, Werkudara berangkat ke Astina. Di Astina perangpun kembali pecah Prabu Bandung Naga Sewu melawan Werkudara, sedangkan Raden Bayubraja melawan Gatotkaca. Setelah sekian waktu perang, Prabu Bandung Naga Sewu ternyata adalah istri Werkudara sendiri yaitu Dewi Nagagini, sementara Raden Bayubraja adalah Raden Antareja. Sedangkan Patih Nagabanda adalah Nagatatmala.

Werkudara berkata pada Dewi Nagagini tidak perlu melakukan hal ini, biarlah ia dan para Pandawa sendiri yang mengurus masalah kerajaan. Dewi Nagagini akhirnya kembali ke kayangan Saptapertala. Prabu Duryudayapun dikeluarkan dari penjara. Astina bersuka cita, dan mengadakan syukuran.

TANCEP KAYON


Sumber : Pertunjukan Wayang Kulit Bandung Naga Sewu – Ki Anom Suroto

..:: HERWA ::..